Wednesday, October 20, 2010

uh oh



...Uh oh,dialog ini...semacem pembicaraan yang dikontrol, bagaimana tidak? orang itu yang memegang kendali terhadap dialog..ya orang itu, entah siapa tapi pikirannya yang mampu menghipnotis lawannya untuk mengikuti alur pembicaraannya..dia pandai berbicara..oh bukan, dia pandai mengontrol pikirannya...dan membaca pikiran si lawan melalui kalimat-kalimat yang keluar dari mulut lawannya...semacem logika...

Si lawan bergelagapan menghadapi pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut si pengontrol.."ah,shit" begitu ia berpikir di sela-sela dialog itu --semacem-- duolog --mungkin--,bepikir ketika berpikir..atau berpikir di dalam pikiran..berpikir untuk mencari sanggahan dari pembicaraan dan berpikir untuk mencela...ya, dia sudah dikendalikan...

"Terlalu tenang, dia berbicara terlalu tenang, dia hanya tinggal mengeluarkan pernyataan...tidak perlu pertanyaan lagi, paling-paling dia bertanya ketika saya melenceng, ah iya, dan dia tahu saya melenceng, karena saya pun merasakan diri saya melenceng dari konteks akibat tidak mampu menahan rasa gelagapan ketika berpikir..berengsek.."

Tuesday, October 19, 2010

balada kampret




Yak, kembali ke jalur yang salah, mengenai kesibukan saya dengan "teori" T=f(P) yang menyinggung nilai fungsional Tuhan (T) dan Pikiran (P). Masih adanya kesenangan dalam bermain-main dengan hypotheses bahwa munculnya ide Tuhan adalah 'depend on' Pikiran..

lalu apa...??

sebuah "teori" yang masih bisa dipelintir dengan semacem model dinamik, contohnya 'what if..?' atau lain-lainnya.

Apalagi rasa, ya...rasa, ketika mereka semua berbicara mengenai rasa disertai kehendak di dalamnya, rasa penuh dengan harapan dan mimpi, sangat indah, mengawang-ngawang dan penuh daya khayal...mungkin disana seninya rasa, dari khayal bisa menimbulkan imaji-imaji untuk membangun teori secara abstraksi terdahulu...

Rasa dan Logika, Cinta dan Matematika...apalagi???
Aneh memang, kenapa perlu menyebut daerah spiritual terlebih dahulu baru jasmani, seakan memang segala bentuk fisik di dunia nyata ini timbul dari wilayah rasa..dan bagaimana dengan rasa itu sendiri?dari mana munculnya?, bagian yang tidak dapat disentuh...paling banter dirasakan balik...

ah teuing lah,isuk deui weh...

Monday, October 18, 2010

ketika hal itu menjadi kumaha aink weh II



Pukul 5.45 sore, sehabis minum kopi imajinasi ini langsung nyangkut di otak sebelah kiri, dalam kamar entitas. Pikiran kembali ke awal ketika saya berimajinasi mengenai wujud fisik dari “ki dalang semesta” yang nihil, dan bersambung kepada korelasi antara Tuhan (T) dan Pikiran (P).

Terkadang memang sulit dalam menentukan yang nomor satu, seperti sebuah pertanyaan “mana yang lebih dulu ada, Tuhan atau Manusia?” Ada saja semacem rangsangan untuk merespon pertanyaan macam begini, tentunya dengan bermacam warna, baik ilmiah, spiritualism, atau gabungan keduanya ---jika ada---, yang selalu berakhir dengan unanswered.

Manusia bertanya, manusia menjawab. Individu bertanya sesuai “kadar” dari pengetahuan yang ia dapatkan, begitu pula dengan jawabannya, ditangkap sesuai dengan “kadar” pengetahuan yang telah ia pegang sebelumnya (apprehension), dan begitu pula yang menjawab. “Kadar-kadar” semacam ini yang akhirnya menimbulkan keberagaman dari cara bertanya dan menjawab.

Manusia berpikir, sebagai sikap yang timbul ketika terjadi hubungan relatif antar objek di dalam dunia materiil. Lalu darimana dan/atau bagaimana mekanisme timbulnya T, jika diasumsikan bahwa P lebih mendominasi di dalam objek materiil? Apakah perlu dibentuk asumsi akhir bahwa P=T, dimana keduanya timbul secara elaboratif?

Ah, kumaha ngke weh…